Tugas Mata Pelajaran Sosiologi

Tugas Mata Pelajaran Sosiologi

Mengenai :
·        Kependudukan
·        Kemiskinan
·        Kesenjangan Sosial
·        Kebodohan
·        Disorganisasi Sosial



Disusun oleh :
                                         Nama         : Dian Budiarti
                                         Kelas         : X6

http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTK3znDxzGCVnxAd55TfoasfGJ6VpbMMbFseTJJWtI_7PgdEysEhw

SMAN JATINANGOR
2012– 2013










A. KEPENDUDUKAN
Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan manusia. Meliputi di dalamnya ukuran, struktur, dan distribusi penduduk,  serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan. Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau etnisitas tertentu.
Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 245 juta jiwa, menjadikan negara ini negara dengan penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Pulau Jawa merupakan salah satu daerah terpadat di dunia, dengan lebih dari 107 juta jiwa tinggal di daerah dengan luas sebesar New York.
Indonesia memiliki budaya dan bahasa yang berhubungan namun berbeda. Sejak kemerdekaannya Bahasa Indonesia (sejenis denganBahasa Melayu) menyebar ke seluruh penjuru Indonesia dan menjadi bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi, pendidikan, pemerintahan, dan bisnis. Namun bahasa daerah juga masih tetap banyak dipergunakan.

Penduduk
Migrasi penduduk besar-besaran ke wilayah milik iczl dari Hindia Belakang diyakini setidak-tidaknya terjadi atas 2 gelombang migrasi. Migrasi besar-besaran pertama, beberapa abad sebelum Masehi, saat ini dikenal sebagai rumpun Proto-Melayu yang hidup di daerah pedalaman dan pegunungan diwilayah Nusantara; dan migrasi besar-besaran kedua menjelang abad Masehi, saat ini hidup didaerah pesisir dan dataran rendah dikenal sebagai rumpun Deutro-Melayu. Kebanyakan penduduk Indonesia adalah penutur bahasa Austronesia yang mendiami Daratan Indonesia bagian Barat dan Daratan Indonesia Bagian Tengah; sebagian kecil, terutama di Daratan Indonesia Bagian Timur didiami oleh penutur bahasa Papua.
Imigran ke Indonesia terutama dari China tenggara, merupakan penduduk keturunan asing yang terbanyak, menyebar hampir di semua kota besar di Indonesia. Demikian pula pendatang dari Arab, Hadramaut -Yaman merupakan kelompok pendatang kedua terbanyak dan disusul oleh pendatang dari India dan sekelompok kecil dari Eropa. Suku bangsa pribumi yang terbanyak persentasenya di Indonesia adalah suku Jawa dan disusul oleh suku Sunda.
Dari segi kependudukan, Indonesia masih menghadapi beberapa masalah besar anatara lain :
·         Penyebaran penduduk tidak merata, sangat padat di Jawa - sangat jarang di Kalimantan dan   Irian.
·         Piramida penduduk masih sangat melebar, kelompok balita dan remaja masih sangat besar.
·         Angkatan kerja sangat besar, perkembangan lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah penambahan angkatan kerja setiap tahun.
·         Distribusi Kegiatan Ekonomi masih belum merata, masih terkonsentrasi di Jakarta dan kota-kota besar dipulau Jawa.
·         Pembangunan Infrastruktur masih tertinggal; belum mendapat perhatian serius
·         Indeks Kesehatan masih rendah; Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi masih tinggi

Kota terbesar di Indonesia

No
Kota
Provinsi
Jmlh. Penduduk
1
Jakarta
Jakarta
9.607.787
2
Surabaya
 Jawa Timur
2.765.487
3
Bandung
Jawa Barat
2.394.873
4
Bekasi
Jawa Barat
2.334.871
5
Medan
Sumatra Utara
2.097.610
6
Semarang
Jawa Tengah
1.890.984
7
Tangerang
Banten
1.789.601
8
Depok
Jawa Barat
1.738.570
9
Palembang
Sumatra Selatan
1.455.284
10
Makassar
Sulawesi Selatan
1.338.633
11
Tangerang Selatan
Banten
1.290.322
12
Bogor
Jawa Barat
950.334
13
Batam
Kep. Riau
944.285
14
Pekanbaru
Riau
903.902
15
Bandar Lampung
Lampung
881.801
16
Padang
Sumatra Barat
853.562
17
Malang
Jawa Timur
820.243
18
Denpasar
Bali
788.589
19
Samarinda
Kalimantan Timur
727.500
20
Balikpapan
Kalimantan Timur
639.031
21
Tasikmalaya
Jawa Barat
635.464
22
Banjarmasin
Kalimantan Selatan
625.481
23
Serang
Banten
577.785
24
Pontianak
Kalimantan Barat
554.764
25
Cimahi
Jawa Barat
541.177
26
Jambi
Jambi
531.857
27
Surakarta
Jawa Tengah
499.337
28
Manado
Sulawesi Utara
410.481
29
Mataram
NTB
402.843
30
Yogyakarta
Yogyakarta
388.627
31
Cilegon
Banten
374.559
32
Palu
Sulawesi Tengah
336.532
33
Kupang
NTT
336.239
34
Ambon
Maluku
331.254
35
Bengkulu
Bengkulu
308.544
36
Cirebon
Jawa Barat
296.389
37
Kendari
Sulawesi Tenggara
289.966
38
Sukabumi
Jawa Barat
281.434
39
Kediri
Jawa Timur
268.507
40
Pekalongan
Jawa Tengah
263.921
41
Jayapura
Papua
256.705
42
Dumai
Riau
253.803
43
Purwekerto
Jawa Tengah
249.705
44
Binjai
Sumatra Utara
246.154
45
Tegal
Jawa Tengah
239.599
46
Pematang siantar
Sumatra Utara
234.698
47
Banda aceh
Aceh
223.446
48
Palangkaraya
Kalimantan Tengah
220.962
49
Probolinggo
Jawa Timur
217.062
50
Lubuklinggau
Sumatra Selatan
201.308

B.  KEMISKINAN
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
§  Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
§  Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
§  Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Mengukur kemiskinanhttp://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/c5/India.Mumbai.01.jpg/250px-India.Mumbai.01.jpg
§  Gambaran kemiskinan di MumbaiIndia oleh Antônio Milena/ABr.
§  Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).

§  Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengahuntuk pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $2/hari."[1] Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001.[1] Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.

§  Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota danghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang
Penyebab kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
§  penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
§  penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
§  penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
§  penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
§  penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat(negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.

Menghilangkan kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
§  Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
§  Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
§  Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.


C. KESENJANGAN SOSIAL
Semenjak gejolak dan kerusuhan sosial merebak di berbagai daerah, kesenjangan sosial banyak dibicarakan.
Beberapa pakar dan pengamat masalah sosial menduga bahwa kerusuhan sosial berkaitan dengan kesenjangan sosial. Ada yang sependapat dengan dugaan itu, tetapi ada yang belum yakin bahwa penyebab kerusuhan sosial adalah kesenjangan sosial. Tidak seperti kesenjangan ekonomi, kesenjangan sosial cukup sulit diukur secara kuantitatif. Jadi, sulit menunjukkan bukti-bukti secara akurat. Namun, tidaklah berarti kesenjangan sosial dapat begitu saja diabaikan dan dianggap tidak eksis dalam perjalanan pembangunan selama ini. Di bagian ini dicoba menunjukkan realitas dan proses merebaknya gejala kesenjangan sosial.
Untuk mempermudah pembahasan, kesenjangan sosial diartikan sebagai kesenjangan (ketimpangan) atau ketidaksamaan akses untuk mendapatkan atau memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya bisa berupa kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, peluang berusaha dan kerja, dapat berupa kebutuhan sekunder, seperti sarana pengembangan usaha, sarana perjuangan hak azasi, sarana saluran politik, pemenuhan pengembangan karir, dan lain-lain.
Kesenjangan sosial dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat sehingga mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan akses atau kesempatan-kesempatan yang tersedia. Secara teoritis sekurang kurangnya ada dua faktor yang dapat menghambat.
Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang (faktor internal). Rendahnya kualitas sumberdaya manusia karena tingkat pendidikan (keterampilan) atau kesehatan rendah atau ada hambatan budaya (budaya kemiskinan).
Kesenjangan sosial dapat muncul sebagai akibat dari nilai-nilai kebudayaan yang dianut oleh sekelompok orang itu sendiri. Akibatnya, nilai-nilai luas, seperti apatis, cenderung menyerah pada nasib, tidak mempunyai daya juang, dan tidak mempunyai orientasi kehidupan masa depan. Dalam penjelasan Lewis (1969), kesenjangan sosial tipe ini muncul karena masyarakat itu terkungkung dalam kebudayaan kemiskinan
Faktor-faktor yang berasal dari luar kemampuan seseorang. Hal ini dapat terjadi karena birokrasi atau ada peraturan-peraturan resmi (kebijakan), sehingga dapat membatasi atau memperkecil akses seseorang untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang yang tersedia. 
Dengan kata lain, kesenjangan sosial bukan terjadi karena seseorang malas bekerja atau tidak mempunyai kemampuan sebagai akibat keterbatasan atau rendahnya kualitas sumberdaya manusia, tetapi karena ada hambatan-hambatan atau tekanan­-tekanan struktural.
Kesenjangan sosial ini merupakan salah satu penyebab munculnya kemiskinan structural. Alfian, Melly G. Tan dan Selo Sumarjan (1980:5) mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan struktural meliputi kekurangan fasilitas pemukiman, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikatif, kekurangan fasilitas untuk mengembangkan usaha dan mendapatkan peluang kerja dan kekurangan perlindungan hukum.
Faktor mana yang paling dominan menyebabkan kesenjangan sosial. Kendati faktor internal dan kebudayaan (kebudayaan kemiskinan) mempunyai andil sebagai penyebab kesenjangan sosial, tetapi tidak sepenuhnya menentukan. Penjelasan itu setidaknya mengandung dua kelemahan. Pertama, sangat normatif dan mengundang kecurigaan dan prasangka buruk pada orang miskin serta mengesampingkan norma-norma yang ada (Baker, 1980:6). Kedua, penjelasan itu cenderung membesar-besarkan kemapanan kemiskinan. Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa kaum miskin senantiasa bekerja keras, mempunyai aspirasi tentang kehidupan yang baik dan mempunyai motivasi untuk memperbaiki kehidupan mereka. Mereka mampu menciptakan pemenuhan tutuntan kehidupan mereka (periksa misalnya kajian Bromley dan Chris Gerry, 1979; Papanek dan Kuncoroyakti, 1986; dan Pernia, 1994). Setiap saat orang miskin berusaha memperbaiki kehidupan dengan cara bersalin dan satu usaha ke usaha lain dan tidak mengenal putus asa (Sethuraman, 1981; Steele, 1985).
Jika demikian halnya, maka ihwal kesenjangan sosial tidak semata-mata karena faktor internal dan kebudayaan, tetapi lebih disebabkan oleh adanya hambatan structural yang membatasi serta tidak memberikan peluang untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang tersedia. Breman (1985:166) menggambarkan bahwa bagi yang miskin “jalan ke atas sering kali dirintangi”, sedangkan: “jalan menuju ke bawah terlalu mudah dilalui”. Dengan kata lain, gejala kesenjangan sosial dan kemampuan kemiskinan lebih disebabkan adanya himpitan structural. Perlu dipertanyakan mengapa masyarakat dan kaum miskin pasrah dengan keadaan itu? Ketidakberdayaan (politik) dan kemiskinan kronis menyebabkan mereka mudah ditaklukkan dan dituntun untuk mengikuti kepentingan dan kemauan elit penguasa dan pengusaha. Apalagi tatanan politik dan ekonomi dikuasai oleh elit penguasa dan pengusaha.
D. KEBODOHAN
Kebodohan adalah keadaan dan situasi di saat kurangnya pengetahuan terhadap sesuatu informasi bersifat subjektif. Hal ini tidak sama dengan tingkat kecerdasan yang rendah (kedunguan), seperti kualitas intelektual dan tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang. Kata "bodoh" adalah kata sifat yang menggambarkan keadaan di saat seseorang tidak menyadari sesuatu hal, tapi masih memiliki kemampuan untuk memahaminya. Istilah bodoh dapat ditempatkan seperti dalam kalimat "Seseorang memiliki kemahiran dalammatematika, tapi sama sekali bodoh dalam ilmu bahasa." Namun secara umum, kata bodoh sering ditempatkan seperti dalam kalimat "Orang itu bodoh karena membiarkan hal itu terjadi." Penggunaan istilah bodoh pada contoh kalimat yang kedua tersebut bermakna sebuah ucapan penghinaan yang merendahkan kualitas kecerdasan seseorang, tapi sebenarnya itu tidak tepat dalam hal makna sebenarnya.
E.  DISORGANISASI KELUARGA
Disorganisasi keluarga merupakan suatu bentuk ketidakharmonisan keluarga sebagai suatu unit masyarakat terkecil yang disebabkan oleh adanya kegagalan masing- masing anggota keluarga dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan status dan perannya masing-masing. Dalam hubungan ini, William J. Goode membedakan bentuk-bentuk disorganisasi keluarga menjadi 4 (empat) macam, yaitu:

·         Disorganisasi keluarga yang disebabkan oleh karena hubungan-hubungan yang dibangun tidak berdasarkan ikatan perkawinan yang sah.
·          Disorganisasi keluarga yang terjadi sebagai akibat dari putusnya hubungan perkawinan, yakni yang disebabkan oleh perceraian.
·         Disorganisasi keluarga yang disebabkan oleh adanya kematian dari kepala keluarga yang bersangkutan.
·         Disorganisasi keluarga yang disebabkan oleh faktor-faktor intern keluarga yang bersangkutan, seperti terdapat anggota keluarga yang sakit jiwa, berperilaku menyimpang, dan lain sebagainya.
Disorganisasi keluarga dapat terjadi pada setiap level keluarga. Tidak terkecuali masyarakat kelas bawah, masyarakat kelas menengah, dan masyarakat kelas atas, semuanya memiliki problemnya masing-masing yang setiap saat siap menjadi pemicu terjadinya disorganisasi keluarga. Banyak sekali kasus yang menjadi penyebab terjadinya disorganisasi keluarga, seperti: ketidakmampuan kepala keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup bagi seluruh anggota keluarga, perceraian, kematian orang tua, penyalahgunaan narkoba, perselingkuhan, dan lain sebagainya.

Seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, bahwa penyebab utama disorganisasi keluarga adalah ketidakharmonisan suasana keluarga. Keluarga yang tidak harmonis akan selalu mengalami kesulitan dalam melaksanakan proses pendidikan bagi anak-anak mereka. Akibatnya, anak-anak merasa kurang perhatian yang pada gilirannya akan mencari konpensasi dengan mencari kegiatan-kegiatan lain yang cenderung bersifat negatif. 

Dian Budiarti

Hello, I'm Dian and I'm is Casual style lovers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Play on

Instagram