Hari ini adalah hari
terakhirku di Negara yang kutinggali ini. aku mendapat panggilan bekerja ke
Korea Selatan sebagai supervisor teknologi pangan. Aku bekerja untuk meneliti
dan memantau apa yang mereka kerjakan di pabrik dan kafe – kafe atau restoran.
Hasilnya akan kulaporkan ke atasanku. Sampai disana aku tak tahu akan
ditempatkan di kantor pusat atau kantor cabang.
Prepareku sudah
selesai. Satu jam lagi aku akan berangkat. Aku berpamitan dengan keluarga
besarku.
…
Beberapa jam kemudian
aku sudah sampai di bandara ICN. Orang yang memanggilku untuk bekerja sudah
menjemputku. Aku menghampirinya. Aku diantarkan ke rumah yang akan aku tempati.
Biaya rumah ditanggung mereka. Aku hanya bekerja dan membiayai hidupku sendiri
selama disini.
aku diberi tahu kapan
mulai bekerja, dan kantorku dimana. Tempatnya tidak jauh dari rumahku. Petugas
dari kantorpun pulang , dan aku ingin ke Seoul, aku menikmati semuanya.
…
Pukul 4 sore aku
kembali ke rumah. Baru hari pertama disini, aku sudah mendengarkan keributan.
Aku mencoba mengintipnya. Keributan itu terjadi karena seorang nenekyang telat
membayar uang sewa rumah. Anak kecil itu terlihat ketakutan.
Setelah mereka pergi,
aku mencoba mendekati Halmeoni (nenek) itu. Aku berbincang – bincang dengannya.
“ Halmeoni, kau tidak
apa-apa?”
“ Aku tidak apa-apa. Kau siapa?”
“Aku pendatang baru disini, namaku Shin Ji Kyung. Maaf sebelumnya, halmeoni kenapa? Ada yang bias aku bantu?”
Sambil menangis, Halmeoni mengatakan “ nenek telat membayar sewa rumah, dan sekarang nenek bingung harus tinggal dimana.”
“ Aku bias membantu nenek, nenek dan cucu nenek tinggal saja di rumahku. aku tidak akan memberikan biaya sewa, Ini gratis. Lagipula aku tinggal sendirian disini. Nenek mau?”
“ Ah kau baik sekali. Yong Jae, kau mau tinggal dengan bibi Ji Kyung?”
“ Aku mau nek, lagipula kita akan tinggal dimana lagi. Dimana rumah bibi?”
“Rumahku disini, disebrang rumahmu Yong Jae. Ayo kita masuk.”
“ Aku tidak apa-apa. Kau siapa?”
“Aku pendatang baru disini, namaku Shin Ji Kyung. Maaf sebelumnya, halmeoni kenapa? Ada yang bias aku bantu?”
Sambil menangis, Halmeoni mengatakan “ nenek telat membayar sewa rumah, dan sekarang nenek bingung harus tinggal dimana.”
“ Aku bias membantu nenek, nenek dan cucu nenek tinggal saja di rumahku. aku tidak akan memberikan biaya sewa, Ini gratis. Lagipula aku tinggal sendirian disini. Nenek mau?”
“ Ah kau baik sekali. Yong Jae, kau mau tinggal dengan bibi Ji Kyung?”
“ Aku mau nek, lagipula kita akan tinggal dimana lagi. Dimana rumah bibi?”
“Rumahku disini, disebrang rumahmu Yong Jae. Ayo kita masuk.”
Aku tak peduli dengan
perkataan orang tentang berhati-hati dengan orang yang baru kenal. Aku yakin
nenek ini baik, jadi aku membantunya.
“ Simpan saja barang-
barang nenek disini. Kebetulan disini ada dua kamar.”
“ Terimakasih Ji Kyung. Baru kali ini nenek bertemu orang baru, dan baik sekali. Ah, nenek tidak akan tinggal berlam – lama disini. Nenek akan memncari pekerjaan yang baru agar nenek bias kembali ke rumah nenek.”
“ Terimakasih Ji Kyung. Baru kali ini nenek bertemu orang baru, dan baik sekali. Ah, nenek tidak akan tinggal berlam – lama disini. Nenek akan memncari pekerjaan yang baru agar nenek bias kembali ke rumah nenek.”
Kamipun
berbincang-bincang tentang perkenalan kami. Perkenalan yang baik. Tak terasa
waktu berlalu begitu cepat. Akupun bergegas mandi, karena sudah sore. Tak disangka,
nenek menyiapkan makan malam.
“ Ah nenek, harusnya aku yang masak untuk makan malam. Aku jadi malu.”
“ Sudahlah, biar nenek saja. Nenek juga malu kalau nenek tidak berbuat apa-apa disini.”
Kamipun menyantap
makan malam itu dengan lahap.aku kira Yong Jae pendiam, ternyata dia ramah dan
aktif. Aku begitu menyukainya. Yong Jae, anak laki –laki berusia 10 tahun.
Perkenalan yang baik
membuahkan rasa kekeluargaan yang begitu dalam.
Tak terasa 1 bulan sudah kami bersama.
“ Ji Kyung, nenek baru saja dapat informasi kalau nenek bias tinggal di rumah nenek yang dulu. Tapi entah siapa yang membayarnya, dan itu menjadi rumah milik nenek, nenek tidak perlu membayar uang sewa lagi. “
“Selamat nek, begitu baik sekali orang ini.”
“nek, yang membeli rumah atas nama nenek adalah ayah Yong Jae. Tadi dia bilang jangan katakna ini pada nenek. Dia mengajakku untuk pergi bersamanya, tapi Yong Jae tidak mau. Yong Jae ingin tetap bersama nenek, disini, selamanya.”
Aku begitu terharu
mendengar ucapan Yong Jae, hampir saja meneteskan air mata.
Nenek dan Yong Jae
pun bersiap untuk membereskan kembali barang-barang mereka. Akupun membantunya.
“ Nek, nenek akan
selalu berkunjung ke rumahku kan?”
“Jangan khawatir, nenek dan Yong Jae akan selalu mengunjungimu.”
“Bibi, kau jangan menangis, Yong Jae dan nenek akan selalu bersama bibi, disini.”
“Jangan khawatir, nenek dan Yong Jae akan selalu mengunjungimu.”
“Bibi, kau jangan menangis, Yong Jae dan nenek akan selalu bersama bibi, disini.”
Ah, aku meneteskan
airmata. Padahal nenek adalah tetanggaku. Tapi tetap saja aku merasa
kehilangan.
Sekarang pukul 9
malam, aku harus tidur karena besok aku bekerja. Aku memulai tidurku dengan
merasa kehilangan. Padahal baru sebulan aku mengenal nenek dan Yong Jae. Tapi
seperti sudah lama aku mengenalnya. Aku berharap aku bermimpi indah hari ini.
lampu kamar aku matikan dan segera tidur.
Pukul 4.45 aku bangun
lalu bergegas untuk ibadah. Pukul 8 pagi aku harus sampai di kantor. Aku
memulai bekerja dengan harapan semuanya akan menjadi lebih baik. Tiba di
kantor, aku mendapat tugas dari direktur untuk meneliti dan memantau 10 pabrik industry pangan, 10 restoran dan 10
café dalam waktu 3 bulan. Aku tidak perlu lagi pergi ke kantor. Aku tinggal
melaksanakan tugas dan memberikan laporan bulanan kepada direktur. Aku hanya
perlu mencatat dan mengolah data yang aku peroleh. Direktur memberikan tugas
ini karena aku dipercaya dapat bekerja secara teliti dan cepat. Jika aku
berhasil melakukannya, direktur akan memberiku hadiah.
Baru kali ini aku
memantau 30 tempat makanan. Biasanya hanya 5 saja dalam sebulan.
aku memulai dengan pabrik pangan terdekat. Aku pergi ke kawasan pabrik pangan. Cukup berjalan kaki dari kantor. Dan sambil brolahraga. Seharian penuh aku meneliti dan memantau 3 pabrik pangan, dan tiu membuatku lelah.
aku memulai dengan pabrik pangan terdekat. Aku pergi ke kawasan pabrik pangan. Cukup berjalan kaki dari kantor. Dan sambil brolahraga. Seharian penuh aku meneliti dan memantau 3 pabrik pangan, dan tiu membuatku lelah.
Aku memasukkan
catatan kerjaku ke dalam tas dan bergegas pulang. Sampai di depan rumah, aku
melihat seorang pria yang sedang duduk di depan gerbang rumah. Aku
menghampirinya.
“ Ju / Ajushi (Tuan) , kau kenapa?”
Dia tidak menjawabnya, aku rasa dia bukan duduk, tapi pingsan. Aku bawa dia ke rumah saja. Karena aku bingung harus dibawa kemana.
“Ah berat sekali..
Ju, bangun.”
“Aaah, aku dimana? Kau Siapa?”
“Aaah, aku dimana? Kau Siapa?”
“Kau di rumahku, aku Shin Ji Kyung. Tadi aku melihatmu di depan gerbang rumahku sedang duduk. Perkiraan ku salah, ternyata kau pingsan. Aku bawa saja kau kemari. Ini, air untukmu. Minumlah.”
“A Ji Kyung, terimakasih. Emm, kau punya makanan? Aku jatuh pingsan karena aku lapar sekali.”
“Ommo!! Aku kira kau sakit. Sebentar, aku akan mengambilnya.”
Terdengar ketukan
pintu, aku membukanya.
“Aaa, Halmeoni, Yong Jae. Ayo masuk.”
beruntunglah mereka datang, aku tak perlu terlalu khawatir dengan pria itu.
“Aaa, Halmeoni, Yong Jae. Ayo masuk.”
beruntunglah mereka datang, aku tak perlu terlalu khawatir dengan pria itu.
“Ji Kyung, siapa pria
itu? Kekasihmu?”
“Ommo!! Aku tidak tahu dia siapa. Tadi dia jatuh pingsan, aku bawa saja ke rumah. Ternyata dia kelaparan.”
“Oh klo begitu ayo kita makan malam bersama, nenek bawa makan malam.”
“nenek baik sekali, terimakasih nek.”
“Ommo!! Aku tidak tahu dia siapa. Tadi dia jatuh pingsan, aku bawa saja ke rumah. Ternyata dia kelaparan.”
“Oh klo begitu ayo kita makan malam bersama, nenek bawa makan malam.”
“nenek baik sekali, terimakasih nek.”
“Anyeonghaseyo,
Namaku Seo In Guk, aku disini karena ditolong Ji Kyung.”
“Oh begitu, ayo kita makan bersama. Nenek sudah bawa makanannya.”
“Oh namamu Seo In Guk, aku lupa tidak bertanya namamu. Maafkan aku.”
“Ah sudahlah, ayo kita makan, nenek sudah lapar.”
“ Benar sekali nek, In Guk juga.”
“Oh begitu, ayo kita makan bersama. Nenek sudah bawa makanannya.”
“Oh namamu Seo In Guk, aku lupa tidak bertanya namamu. Maafkan aku.”
“Ah sudahlah, ayo kita makan, nenek sudah lapar.”
“ Benar sekali nek, In Guk juga.”
Kamipun makan
bersama.