Berdasarkan kajian etimologi, kata globalisasi berasal
dari kata “globe” ditambah dengan
akhiran “sasi”. Kata “globe” artinya adalah bola dunia, sedangkan akhiran “sasi”, maknanya adalah
proses, maka pengertian globalisasi secara etimologis adalah sebuah proses yang
mendunia. Di Perancis, kata globalisasi di kenal dengan “mondialisasion”,di Spanyol dan Amerika Latin dikenal
dengan sebutan Globalisasi dan orang
Jerman menyebutnya “Globalisierung”.
Akbar S. Ahmed dan
Hastings Donnan memberikan batasan bahwa globalisasi pada prinsipnya mengacu pada perkembangan-perkembanganyang cepat dibidang teknologi,
komunikasi, transformasi, dan informasi
yang dapat membawa bagian-bagian dunia yang jauh menjadi hal-hal yang dapat
dijangkau dengan mudah.
Pada akhirnya pengaruh ini cepat atau lambat akan
menimbulkan gesekan nilai-nilai budaya dan agama di seluruh dunia yang
memanfaatkan jasa komunikasi, transformasi, dan informasi hasil dari
modernisasi teknologi tersebut.
Pertemuan gesekan antar nilai budaya dan agama
tersebut akan menghasilkan kompetisi yang bebas yang berarti saling
mempengaruhi dan dipengaruhi, saling bertentangan dan bertabrakan antarnilai
yang berbeda yang akhirnya akan menimbulkan kalah dan menang atau mungkin
saling
kerjasama sehingga menghasilkan sintesis atau antithesis baru.
Menurut
Samuel Huntington, pengertian modernisasi memiliki tiga proses, yaitu sebagai
berikut.
1. Penggantian
jumlah besar dari hal-hal yang tradisional, bersifat keadaan, kekeluargaan, dan
kekuasaan nasional dan sekuler.
2. Munculnya
fungsi-fungsi politik yang harus dikelola dengan hirarki administratif yang
baru, terpilih atas dasar kemampuan atau prestasi, bukan asal-usul mereka.
3. Meningkatnya
partisipasi politik oleh kelompok-kelompok sosial dari seluruh masyarakat
melalui perkembangan institusi baru seperti partai politik dan kelompok
interes.
Menurut
Koentjaraningrat modernisasi merupakan istilah untuk menyebutkan konsep usaha
untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang. Bagi bangsa
Indonesia modernisasi harus diartikan mengubah berbagai sifat mentalitas yang
tidak cocok dengan kehidupan zaman, dan membiasakan diri menerapkan sikap
mental sebagai berikut.
1. Lebih
menilai fungsi orientasi (berpandangan) ke masa depan.
2. Bersifat hemat, lebih teliti memperhitungkan dimasa depan.
3. Lebih menilai tinggi untuk meningkatkan inovasi.
4. Lebih menilai tinggi inovasi dan karya.
5. Berusaha bekerja keras atas kemampuan sendiri.
6. Percaya pada diri sendiri.
7. Berdisiplin murni.
8. Berani bertanggung jawab.
Pengertian
modernisasi berbeda dengan pengertian unsur-unsur barat dan westernisasi.
Menurut Koentjaraningrat modernisasi adalah usaha untuk hidup untuk sesuai
dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang, sedangkan westernisasi berarti
usaha untuk meniru secara berlebihan misalnya gaya bicara, gaya berpakaian
dengan mengikuti mode yang berubah-ubah dengan cepat, pergaulan, pola berpesta
(merayakan ulang tahun), pola rekreasi dan minum-minuman keras.
Alex
Inkeles memberikan 9 ciri orang yang sudah dapat disebut modern yaitu sebagai
berikut.
1. Terdapat
kesediaan untuk menerima pengalaman-pengalaman yang baru dan keterbukaan bagi
pembaharuan dan perubahan.
2. Adanya
kemampuan untuk membentuk dan mempunyai tanggapan terhadap sebuah persoalan
yang timbul baik dilingkunganya maupun di luar lingkungannya. Pada sisi lain
orang yang modern adalah orang yang demokratis yaitu adanya kesadaran akan
peluang terjadinya keragaman pendapat.
3. Kemampuan
manusia dalam mengatur waktu secara efektif dan produktif.
4. Kehidupannya
terbiasa dengan pola perencanaan hidup.
5. Memiliki
keyakinan yang tinggi terhadap kemampuan manusia, dalam arti punya keyakinan
bisa mempengaruhi bukannya dipengaruhi oleh lingkungan.
6. Mempunyai
kemampuan evaluasi kritis dalam mengukur hasil pekerjaan, tidak bersifat
untung-untungan atau nasib-nasiban.
7. Memiliki
kesadaran terhadap harga diri manusia. Orang modern adalah orang yang
menghargai diri sendiri dan juga harga diri orang lain.
8. Percaya
pada ilmu pengetahuan dan teknologi dan bukan bersikap ramal-ramalan atau
berangan-angan.
9. Adanya
kesadaran dan kemampuan untuk bertindak secara adil dan berkesinambungan. Orang
modern yakin bahwa ganjaran harus diberikan kepada orang yang memiliki
kemampuan lebih dan hukuman diberikan kepada orang yang melakukan pelanggaran
hukum. Percaya pada adanya distributive
justice, hasil yang diperoleh dilihat dari jasa yang diberikan bukan dari
sebab lain.
Perspektif global adalah
suatu sudut pandang terhadap situasi yang mendunia, untuk kepentingan yang
dalam bahasan ini dimaksudkan untuk kepentingan pendidikan. Robert Harvey
(1982. h. a) dalam Sapriya (02:146) menyatakan ‘….a global perspective is not a quantum,
something you either have or don’t have’
(perspektif global bukanlah suatu quantum,
ialah sesuatu yang anda miliki atau belum dimiliki).Sebagaimana
yang diungkapkan oleh Merryfield (1990) dalam Sapriya (2002:147) bahwa peran
guru di sekolah perlu mempersiapkan diri untuk memiliki pengetahuan dan
ketentuan sebagai berikut.
1. Mengepersikan
perbedaan dan persamaan budaya termasuk cara-cara mengajar keragaman dan
kesadaran akan perspektif.
2. Dunia
sebagai suatu sistem dan konsep saling ketergantungan dan saling terkait.
3. Bagaimana
keberadaan siswa yang ada pada suatu tempat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
hubungan orang dan organisasi global di seluruh dunia.
Ada tiga prinsip
pembelajaran untuk menanamkan
kesadaran tentang perubahan dinamika
gelobal tersebut.
1.
Prinsip-Prinsip Perubahan Dasar dalam Sistem Sosial.
-
Pencabangan
unsur-unsur baru dari sistem sosial yang terbentuk.
-
Akibat
yang tidak dapat diperkirakan.
-
Beberapa
fungsi unsur-unsur yang terbuka dan tertutup terhadap perubahan umpan balikpositif maupun negatif untuk bahan diskusi.
2. Pertumbuhan
sebagai Bentuk Perubahan.
-
Pertumbuhan yang diharapkan dalam pembangunan kesejahteraan manusia.
-
Pertumbuhan
yang tidak di harapkan sebagai akibat pertumbuhan penduduk, kapasitas sumberdaya alam yang berkurang atau rusak, maupun prilaku
penghuni planet bumi yang tidak bertanggung jawab.
3.
Perencanaan Global
-
Kepentingan
nasional masing-masing bangsa peranannya dalam perencaan global, kondisiplanet bumi bersama isinya.
-
Upaya-upaya
yang dilakukan sebagai model-model rekayasa dari maisng –masing bangsa.
Masalah-masalah yang saat ini sedang dihadapi umat
manusia yaitu seperti penipisan
lapisan ozon, pemanasan global, penggundulan hutan, polusi, semakin langkanya spesies tanaman maupun hewan,
krisis energy dan sebagainya. Ini semua merupakan bentuk pengeksploitasian alam
oleh manusia saat ini dengan memakai teknologi terutama
industri.
Adapun ciri-ciri isu-isu dan masalah-masalah global
sebagaimana dikemukakan Sapriya (2002: 17) adalah sebagai berikut.
1.
Ruang lingkupnya
bersifat internasional. Asal-usul dan akibat dari masalah melintasi lebih dari
satu negara.
2.
Isu-isu dan
masalah-masalah hanya dapat diselesaikan tindakan multilateral. Penyelesaian
dan perbaikan tidak dapat dicapai hanya oleh tindakan satu negara.
3.
Bahwa tingkat
konflik berasal dari ketidaksepakatan tentang hakekat dan sebab masalah, dalam
membedakan nilai dan tujuan tentang hasil dan cara, dalam menemukan kesulitan
dan tindakan yang tepat yang diperlukan untuk menjamin hasil yang diharapkan.
4.
Masalah dan
isu-isu ini mempunyai sifat yang terus menerus (persistence). Masalah dan isu-isu ini telah berkembang sebagai masalah
dan isu yang berkelanjutan.
5.
Isu dan masalah
ini terkait dengan hal lain. Pada umumnya, penyelesaian pada satu masalah akan
mempunyai pengaruh pada beberapa faktor lainnya.
Sudah saatnya digencarkan tingkat kesadaran kembali
dalam menyeimbangkan ekosistem
alam semesta dari sudut pandang global. Pendidikan global merupakan upaya untuk menanamkan suatu
pandangan (perspektif) tentang dunia kepada
para siswa
dengan memfokuskan bahwa terdapat keterkaitan antarbudaya umat manusia dengan kondisi planet bumi (alam semesta).
Adapun tujuan dari pendidikan globaladalah untuk mengembangkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (sklill), dan sikap (attitude)
yang diperlukan untuk hidup sesara efektif dalam dunia yang sumber daya alamnya
sudah menipis
dan ditandai oleh kenyataan keragaman etnis yang ada, fluraisme budaya sampai pada gaya dan
cara hidup yang semakin
ketergantungan.
Diantaranya ada empat kategori isi pendidikan global
yang jadi masukan untuk kurikulum Pendidikan Global, sebagaimana dikemukakan
Kniep (1986: 442-444) dalam Sapriya (2002:171) adalah sebagai berikut.
1. Isu
Perdamaian dan Keamanan
Pada dasarnya, bangsa-bangsa mengetahui keamanan
karena kehadiran atau ketiadaan ancaman terhadap nilai-nilai atau sumber-sumber
dasar yang menjadi landasan kehidupan. Perhatian terhadap keamanan dapat
beranekaragam, mulai dari perlindungan hak asasi manusia dan otonomi nasional
sampai pada mempertahankan kebebasan ekonomi.
2. Isu
Pembangunan
Isu pembangunan akan memfokuskan pada sejumlah masalah
kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin di dunia dan ketidakadilan serta
penderitaan akibat dari kesenjangan ini. Kenyataan ini merupakan ancaman
terhadap keamanan global dan lingkungan. Selain itu, maslah ini merupakan
penyebab utama tingginya utang negara-negara dunia ketiga yang nampaknya
semakin menjadi beban.
3. Isu
Lingkungan
Isu-isu lingkungan terutama berkaitan dengan
akibat-akibat eksploitasi sumber daya manusia dan pengelolaan sumber kekayaan
bumi berupa tanah, lautan dan unsur-unsur lainnya. Karena penduduk bumi
berkembang sangat cepat dan meningkatnya konsumerisme maka akibat-akibat
tersebut diperluas menjadi masalah-masalah krisis. Hujan asam, polusi sungai
dan laut, pembentukan karbondioksida dalam atmosfer, polusi dari industri,
pemusnahan jenis tanaman dan hewan, penipisan hutan dan sebagainya.
Menurut
Couloumbis dan Wolfe tentang definisi politik luar negeri dilihat dari
unsur-unsur fundamentalnya, politik luar negeri
terdiri dari dua elemen, yaitu tujuan nasional yang akan dicapai dan
alat-alat untuk mencapainya. Interaksi antara tujuan nasional dengan
sumber-sumber untuk mencapainya merupakan subjek kenegaraan yang abadi.
Politik
luar Negara dari suatu Negara, menurut J.R Child adalah isi pokok dari hubungan
luar negerinya , sedangkan proses pelaksanaan politik luar negeri itu disebut
diplomasi. Instrumen dalam melaksanakan
diplomasi tersebut terdiri dari dua yaitu sebagai berikut.
1. Departemen
Luar Negeri yang merupakan otak politik luar negeri.
2. Perwakilan
Diplomatik yang merupakan pancaindra atau penyambung lidah Negara yang
diwakilinya.
Sifat
politik luar negeri Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Bebas
adalah tidak memihak, artinya tidak memihak dalam pertentangan antarblok,
walaupun dalam mengambil sikap yang kebetulan sejalan dengan pendirian salah
satu blok, maka sikap yang diambil adalah atas dasar kepetingan nasional suatu
waktu dalam keadaan tertentu.
2. Aktif
adalah tidak diam, artinya tidak boleh diam, tetapi harus melakukan komitmen
secara aktif, mengharuskan menghapus penjajahan, aktif memperjuangkan
perdamaian dan aktif memperjuangkan keadilan dalam suasana internasional.
Kebijakan suatu Negara dalam mengimplementasikan
hubungan kerjasama dengan berbagai negara lain dituangkan dalam politik luar
negeri dari negara tersebut. Hubungan antarbangsa terasa lebih penting terutama
pada era globalisasi yang menurut banyak kalangan ditandai dengan beberapa
karakteristik sebagai berikut.
1.
Adanya
homogenitas selera.
2.
Iklim kompetitif
yang sangat tinggi.
3.
Kualitas sumber
daya manusia sangat penting.
4.
Peran ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat besar.
5.
Saling
ketergantungan (interdependensi)
dirasakan semakin tinggi.
6.
Keunggulan
kompetitif sangat menentukan.
7.
Kerjasama
antarnegara sangat perlu untuk menjaga kelangsungan hidup suatu bangsa.
Adapun cara-cara bangsa Indonesia mengadakan hubungan
dengan bangsa lain adalah dengan hubungan perjanjian internasional baik
bilateral, maupun multirateral, dengan melalui beberapa tahapan sebagai
berikut.
1. Tahap
Perundingan (Negotiation)
Menurut tata cara yang berlaku, suatu perundingan
dapat diwakili dengan membawasurat kuasa penuh. Surat kuasa penuh adalah surat
dokumen yang dikeluarkan oleh penguasa yang berwenang dalam suatu Negara, baik
untuk mengadakan perundingan, menerima, maupun mengesahkan suatu naskah
perjanjian, atau menyatakan persetujuan Negara untuk terikat perjanjian tersebut.
Perundingan dapat diwakili oleh kepala pemerintahan,
menteri luar negeri, dan duta besar. Mereka tidak harus memperlihatkan surat
kuasa penuh. Perjanjian bilateral biasanya disebut talk, sedangkan perundingan dalam rangka perjanjian multilateral
disebut diplomatic comferenceatau
konferensi.
2. Tahap
Penandatangan (Signature)
Setelah perundingan selesai, maka dilakukan penerimaan
atau penandatanganan naskah perjanjian. Dalam perundingan multilateral,
penandatanganan naskah perjanjian cukup dilakukan dengan dua pertiga suara dari
peserta yang hadir, kecuali jika ditentukan lain dalam perundingan itu.
Penandatanganan merupakan suatu tindakan yang sangat
penting artinya. Hal tersebut akanmenentukkan, apakah dengan ditandatanganinya
perjanjian dianggap telah mengikat atau tidak.
3. Tahap
Pengesahan (Ratification)
Setelah perjanjian ditandatangani oleh wakil-wakil
Negara yang turut serta dalam perundingan, naskah perjanjian itu dibawa
masing-masing Negara untuk dipelajari. Apakah isi atau materi sudah memenuhi
kehendak atau tidak, apakah utusan yang telah diberikan kuasa penuh tidak
melampaui batas-batas kewenangan.
Jika isi atau materi telah diangggap memenuhi atau
sesuai dengan kepentingan nasional dari Negara yang bersangkutan, maka Negara
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menguatkan atau mengesahkan
perjanjian yang telah ditandatangani oleh wakil-wakil yang telah berkuasa
penuh. Tindakan pengesahan disebut ratifikasi.
Selain perjanjian internasional yang dibuat dengan
tiha tahapan diatas, ada juga pendapat pihak lain yang menyatakan bahwa
perjanjian internasional dibuat melalui dua tahapan yaitu perundingan (negotiation) dan penandatanganan (signature). Menurut Mochtar Kusumatmaja perjanjian
dengan dua tahap tersebut biasanya bersifat lebih sederhana artinya perjanjian itu tidak begitu penting dan tidak
memerlukan penyelesaian yang cepat seperti perjanjian perdagangan yang berjangka
pendek.
Perjanjian internasional dapat digolongkan menjadi dua
jenis yaitu:
1.
Treaty
contract, yaitu
perjanjian atau kontrak dalam hukum pedata. Perjajian ini hanya akan berakibat
kepada hak dan kewajiban pihak yang mengadakan perjanjian. Contoh perjanjian
ini adalah dwikewarganegaraan, perjanjian perbatasan, perjajian perdagangan, perjanjian
pemberantasan penyelundupan, dan sebagainya.
2.
Law making
treatis, yaitu perjanjian
yang meletakan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara
keseluruhan. Misalnya konvensi Jenewa tahun 1949 tentang perlindungan korban
perang, Konvensi Vienna tahun 1961 tentang hubungan diplomatik, Konvensi Hukum
Laut tahun 1958.
Negara-negara yang terlibat dalam perjanjian
internasional terikat oleh perjanjian yang dibuat itu. Dalam hal ini berlaku
adagium atau semboyan yang sangat terkenal dalam konteks perjanjian
internasional yaitu Pacta Sun Servanda,
yang artinya perjanjian atau persetujuan antar Negara harus ditaati.
Jika perjanjian itu tidak dilaksankan atau diingkari
oleh salah satu pihak atau beberapa pihak yang terlibat dalam perjanjian
tersebut, maka akan menimbulkan sengketa internasional. Dilihat dari sisi
hukum, pelanggaran perjanjian oleh suatu pihak peserta sama sifatnya dengan
pembatalan perjanjian, dengan perbedaan bahwa pembatalan berlaku untuk seluruh
perjanjian, sedangkan pembatalan atau penagguhan adalah sebagai akibat dari
pelanggaran oleh peserta lain dapat dilakukan untuk sebuah perjanjian.
2.5 Pentingnya
Kerjasama Antarbangsa di
Era Globalisasi
Suatu
Negara sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat, berhak menentukan nasibnya
sendiri serta kebijaksanaan-kebijaksanaan luar negerinya. Bangsa atau Negara
tidak mungkin sanggup memenuhi semua kebutuhan warganya. Sebagaimana individu,
bangsa juga memiliki kelebihan dan kekurangan, oleh karenanya kerjasama dengan
bangsa lain dalam bentuk hubungan internasional mutlak diperlukan,baik yang
menyangkut di bidang politik, ekonomi, maupun sosial dan budaya. Disamping itu
kerjasama internasional juga mutlak diperlukan dalam rangka menghadapi kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi.
Sumber
Ahmed, Akbar S.,
dan Donnan, H - Islam, Globalization and Postmodernity
Couloumbis,
Theodore A. dan Wolfe, James H. - Introduction
to International Relation, Power, and Justice
Huntington,
Samuel P.- The Change to Change: Modernization,
Development, and Politics
Harvey, R. - .An Attainable Global Prespective
Inkeles, A., dan Smith, David. H.- Becoming Modern
Kniep, W. M. - .Next Steps in Global Education: A Handbook
for Curriculum Development. United States
Sapriya. et al. - Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan